SUMEDANG- Matadunianews.com –2 Oktober 2025, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Laskar Merah Putih Sumedang menyalakan alarm keadilan. Kali ini, yang jadi sorotan bukan pedagang nakal atau korporasi raksasa, melainkan institusi yang mestinya menjadi “mahkota kebenaran”: Pengadilan Negeri (PN) Sumedang.
LPKSM melaporkan PN Sumedang ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) atas dugaan pelanggaran kode etik dan prosedur peradilan dalam sebuah perkara eksekusi yang menyeret nama Angga Yudhistira (debitur), Yudi (pemohon eksekusi), dan Kandar (termohon eksekusi).
Alih-alih berjalan sesuai rel hukum, eksekusi ini dituding justru seperti kereta tanpa masinis: arah tak jelas, penumpang kebingungan, dan tujuan tak sampai.
Kejanggalan: Eksekusi di Atas Nisan
Dalam laporannya, LPKSM menyebut ada banyak kejanggalan:
Objek eksekusi tidak memiliki hubungan hukum yang jelas dengan pihak yang seharusnya bertanggung jawab.
Yang lebih mencolok: PN Sumedang disebut mengabaikan fakta bahwa termohon eksekusi, Kandar, sudah meninggal dunia.
“Bagaimana mungkin seseorang yang sudah berpulang masih diperlakukan sebagai pihak dalam perkara? Ini bukan drama supranatural, ini pengadilan negeri,” sindir Ketua LPKSM Laskar Merah Putih Sumedang.
Tuntutan: Bawas MA Turun Tangan
LPKSM mendesak Bawas MA untuk turun tangan, menyelidiki secara mendalam, dan menjatuhkan sanksi tegas kepada oknum hakim atau pejabat pengadilan yang terbukti lalai.
“Kami sangat kecewa dengan tindakan PN Sumedang yang tidak profesional dan tidak sesuai prosedur. Ini bukan hanya soal kelalaian, tapi soal wajah keadilan yang dipertontonkan di depan publik,” tegas pimpinan LPKSM.
Mereka juga meminta agar penetapan eksekusi terhadap Kandar dibatalkan atau setidaknya ditinjau ulang. Logikanya sederhana: bagaimana mungkin mengeksekusi seseorang yang sudah berada di liang lahat?
Publik Menanti Jawaban
Kasus ini menampar kesadaran publik: hukum bisa salah arah jika dibiarkan berjalan tanpa pengawasan. Pengadilan yang mestinya jadi “mercusuar kebenaran” justru dikhawatirkan berubah jadi lampu remang-remang yang menyesatkan pejalan malam.
Kini, bola panas berada di tangan Bawas MA. Publik menanti: apakah laporan ini akan ditindaklanjuti serius, atau sekadar jadi kertas kusut di laci birokrasi.