BEM Nusantara Banten Desak Pengawalan Ketat Penetapan WPR dan IPR Pro Rakyat

oleh -71 Dilihat
oleh
BEM Nusantara Banten Desak Pengawalan Ketat Penetapan WPR dan IPR Pro Rakyat

BANTEN- Matadunianews.com-  Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Provinsi Banten menyerukan desakan kuat terhadap pemerintah agar melakukan pengawalan ketat dalam penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) agar benar-benar berpihak kepada masyarakat adat dan penambang skala kecil.

Desakan tersebut mengemuka dalam kegiatan Temu Pikir Rakyat yang digelar pada 10 Oktober 2025 di Kasepuhan Cisungsang, Lebak Selatan Banten, Forum ini menghadirkan berbagai elemen penting, di antaranya BEM Nusantara Banten, masyarakat adat, Dinas ESDM, Kepolisian, serta TNI. Pertemuan tersebut menghasilkan sejumlah catatan kritis terhadap praktik implementasi WPR dan IPR yang dinilai masih jauh dari semangat keadilan sosial sebagaimana diamanatkan konstitusi.

“Kami melihat celah dalam mekanisme penetapan WPR yang berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan korporasi. Padahal Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menegaskan, kekayaan alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan segelintir pihak,” tegas M. Qolby Yusuf, Koordinator Daerah BEM Nusantara Banten.

 

Qolby menambahkan bahwa ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba sebenarnya sudah mengatur agar penetapan WPR mempertimbangkan aspek teknis, ekologis, sosial, dan budaya. Namun, praktik di lapangan justru mengabaikan partisipasi masyarakat lokal serta hak-hak masyarakat adat, yang semestinya dilindungi berdasarkan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC).

BEM Nusantara Banten kemudian memaparkan empat persoalan krusial di wilayah Lebak Selatan yang harus segera direspons pemerintah:

1. Masyarakat adat dan penambang kecil sulit mengakses perizinan serta modal untuk memperoleh IPR, sementara pihak bermodal besar justru memanfaatkan celah regulasi.

2. Potensi penyusutan WPR tanpa kajian mendalam berpotensi merusak ekonomi lokal dan lingkungan.

3. Konflik tata ruang dengan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak belum tuntas dan berisiko mengabaikan hak ulayat masyarakat adat.

4. Penguasaan lahan tambang semakin terkonsentrasi di tangan korporasi, menyingkirkan masyarakat lokal.

 

Nada kritis juga datang dari Sekretaris Daerah BEM Nusantara Provinsi Banten, M. Nuril Huda, yang menegaskan bahwa negara harus hadir dalam memastikan keberpihakan terhadap rakyat kecil.

“Pertama, penetapan WPR harus melibatkan partisipasi bermakna masyarakat lokal, bukan hanya formalitas sosialisasi. Prinsip FPIC wajib diterapkan,” ujarnya.

“Kedua, kriteria Pasal 22 UU Minerba harus ditegakkan secara ketat — potensi mineral harus dikelola dengan teknologi sederhana, menghormati hak ulayat, dan tidak merusak kawasan konservasi,” lanjut Huda.

“Ketiga, negara wajib melindungi penambang rakyat dari intimidasi dan kriminalisasi sesuai Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang kepastian hukum.”

“Keempat, transparansi dan akuntabilitas dalam proses penetapan WPR dan IPR perlu diperkuat agar tidak menjadi ladang korupsi yang merugikan rakyat,” tegasnya.

 

Sebagai hasil dari forum tersebut, BEM Nusantara Banten menyampaikan enam tuntutan konkret kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yakni:

1. Moratorium terhadap seluruh proses penetapan WPR yang tidak melibatkan partisipasi substantif masyarakat lokal dan adat.

2. Revisi mekanisme WPR dan IPR agar menjamin perlindungan hak masyarakat adat, keberlanjutan lingkungan, dan transparansi publik.

3. Larangan penyusutan WPR tanpa kajian mendalam terhadap dampak ekonomi dan ekologinya.

4. Jaminan bahwa IPR hanya diberikan kepada masyarakat lokal, bukan korporasi yang mengatasnamakan rakyat.

5. Pengawasan ketat serta penegakan hukum yang tegas terhadap penyalahgunaan izin pertambangan.

6. Pemberian pendampingan teknis dan akses permodalan bagi masyarakat lokal agar mampu mengelola sumber daya secara mandiri dan berkelanjutan.

 

Dengan berbagai desakan tersebut, BEM Nusantara Banten menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan pertambangan rakyat agar tidak dikooptasi kepentingan korporasi, melainkan benar-benar menjadi instrumen keadilan ekonomi bagi masyarakat adat dan penambang kecil di Banten.

 

(Romi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.