BEM Nusantara Banten Desak Pengawalan Ketat Penetapan WPR dan IPR Pro Rakyat

oleh -45 Dilihat
oleh
BEM Nusantara Banten Desak Pengawalan Ketat Penetapan WPR dan IPR Pro Rakyat

LEBAK- Matadunianews.com– BEM Nusantara Banten menyelenggarakan Temu Pikir Rakyat pada 10 Oktober 2025 di Kasepuhan Cisungsang, Lebak Selatan, Kegiatan ini di hadiri oleh beberapa elemen, di antaranya BEM Nusantara Provinsi Banten, masyarakat adat, Dinas ESDM, Kepolisian, dan TNI. Menghasilkan, catatan kritis terhadap implementasi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang belum berpihak pada masyarakat adat dan penambang skala kecil.

“Kami melihat celah dalam mekanisme penetapan WPR yang berpotensi disalahgunakan kepentingan korporasi. Padahal Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tegas: kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan segelintir pihak,” tegas M. Qolby Yusuf, Koordinator Daerah BEM Nusantara Banten.

Qolby menambahkan, Pasal 22 UU No. 3 Tahun 2020 (UU Minerba) mengatur penetapan WPR harus mempertimbangkan aspek teknis, ekologis, sosial, dan budaya. “Namun praktiknya mengabaikan partisipasi masyarakat lokal dan hak masyarakat adat, bertentangan dengan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC).”

BEM Nusantara Banten Desak Pengawalan Ketat Penetapan WPR dan IPR Pro Rakyat

BEM Nusantara Banten mencatat empat persoalan kritis di Lebak Selatan:

1. Masyarakat adat dan penambang kecil terhambat akses administratif dan modal untuk IPR, sementara celah regulasi dimanfaatkan pihak bermodal besar.
2. Potensi penyusutan WPR tanpa kajian komprehensif mengancam ekonomi masyarakat lokal dan kelestarian lingkungan.
3. Konflik tata ruang dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak belum diselesaikan dengan mempertimbangkan hak ulayat masyarakat adat.
4. Penguasaan lahan tambang terpusat pada korporasi, memarginalisasi masyarakat lokal.

Argumentasi Kritis juga datang dari Sekertaris Daerah BEM Nusantara Provinsi Banten
M. Nuril Huda menyatakan
“Pertama, penetapan WPR harus melibatkan partisipasi bermakna masyarakat lokal, bukan sekadar formalitas sosialisasi. Prinsip FPIC wajib diterapkan,” ujar Huda.

“Kedua, kriteria Pasal 22 UU Minerba harus diterapkan ketat potensi mineral harus dapat dikelola teknologi sederhana, menghormati hak ulayat, dan tidak merusak kawasan konservasi.”

“Ketiga, negara wajib melindungi penambang rakyat dari intimidasi dan kriminalisasi sesuai Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang jaminan kepastian hukum.”

“Keempat, transparansi dan akuntabilitas proses penetapan WPR dan IPR harus diperkuat untuk mencegah korupsi yang merugikan rakyat,” tegasnya.

Tuntutan kepada Kementerian ESDM
BEM Nusantara Banten menuntut Kementerian ESDM:

1. Moratorium penetapan WPR yang tidak melibatkan partisipasi substantif masyarakat lokal dan adat.
2. Revisi mekanisme WPR dan IPR dengan jaminan perlindungan hak masyarakat adat, keberlanjutan lingkungan, dan transparansi.
3. Larangan keras penyusutan WPR tanpa kajian mendalam dampaknya terhadap ekonomi masyarakat dan ekosistem.
4. Jaminan IPR untuk masyarakat lokal, bukan korporasi yang mengatasnamakan rakyat.
5. Pengawasan dan penegakan hukum tegas dengan sanksi berat bagi penyalahgunaan izin.
6. Pendampingan teknis dan akses permodalan bagi masyarakat lokal.

 

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.