70 Kasus Pelecehan Anak di Cilegon, Mahasiswa Banten Desak Perkuat Pendidikan dan Sistem Perlindungan

oleh -164 Dilihat
oleh
70 Kasus Pelecehan Anak di Cilegon, Mahasiswa Banten Desak Perkuat Pendidikan dan Sistem Perlindungan

CILEGON- Matadunianews.com – Lonjakan kasus pelecehan seksual terhadap anak di Kota Cilegon menimbulkan keprihatinan mendalam dari berbagai pihak. Dalam kurun waktu enam bulan, dari Januari hingga Juni 2025, sebanyak 70 kasus telah dilaporkan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Cilegon.

Kepala DP3AP2KB, Lia Nurlia Mahatma, menyebut mayoritas korban merupakan remaja berusia 15 hingga 18 tahun. Banyak di antaranya merasa takut atau trauma untuk mengungkapkan peristiwa yang mereka alami, sehingga penanganan kasus kerap terlambat.

Kami berupaya memberikan pendampingan menyeluruhbaik secara hukum maupun psikologis—kepada setiap korban yang melapor,” ujar Lia saat ditemui pada Rabu, 23 Juli 2025.

Melalui kerja sama dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), pihaknya terus menggalakkan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat agar korban berani bersuara dan stigma terhadap pelapor dapat ditekan.

Namun, Lia juga menegaskan pentingnya keterlibatan keluarga, terutama orang tua. Menurutnya, perhatian terhadap perubahan sikap anak dapat menjadi langkah awal pencegahan.

Perlindungan paling awal berasal dari rumah. Saat anak berubah, orang tua harus peka, bukan abai,” katanya.

Menanggapi tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak, kalangan mahasiswa turut bersuara. Sekretaris Bidang Advokasi dan Isu Strategis BEM Nusantara (BEM NUS) Banten, Tubagus Fajri Ramadhan, menilai bahwa pendidikan harus menjadi garda terdepan dalam pencegahan kekerasan seksual.

Pendidikan yang sadar gender dan perlindungan diri harus dimulai dari usia dini. Jangan biarkan anak belajar dari trauma. Rumah dan sekolah harus menjadi tempat yang aman, bukan sebaliknya,” ujar Fajri.

Ia juga mendorong agar mahasiswa tidak hanya bergerak di ruang wacana, tetapi aktif hadir di tengah masyarakat melalui edukasi, kampanye sosial, dan pengawasan terhadap kebijakan yang menyangkut perlindungan anak dan perempuan.

Sementara itu, Silvidianti dari Bidang Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan BEM NUS Banten menyatakan bahwa meningkatnya angka kasus merupakan sinyal keras akan lemahnya sistem perlindungan yang ada saat ini.

Ini bukan sekadar angka, tapi alarm bahwa perlindungan terhadap anak masih rapuh. Kita harus bergerak cepat sebelum korban terus bertambah,” tegasnya.

Silvidianti menambahkan bahwa solusi tidak cukup hanya dengan hukuman bagi pelaku, tetapi harus menyentuh sistem edukasi, budaya, dan regulasi.

Pendidikan bukan hanya soal pelajaran di kelas, tapi juga kesadaran kolektif tentang hak dan perlindungan anak. Jika negara belum maksimal, masyarakat terutama generasi muda harus mengambil peran,” tandasnya.

 

 

Penulis: (Romi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.