BANTEN- Matadunianews.com- Pasca gelombang demonstrasi yang berujung anarkis, bangsa ini kembali dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa perbedaan cara pandang dan sikap politik sering kali mengarah pada perpecahan. Asap konflik, kerusakan fasilitas publik, dan ketegangan sosial menjadi cermin bahwa demokrasi kita masih membutuhkan kedewasaan kolektif. Namun, di balik kegelisahan itu, ada peluang besar untuk bangkit dan bersatu sebagai masyarakat yang lebih dewasa, beradab, dan berorientasi pada masa depan.
Mahasiswa dan pemuda yang selama ini menjadi motor gerakan perubahan, memiliki peran strategis untuk mengubah narasi dari pertikaian menjadi persatuan. Mereka bukan sekadar agen kritik, tetapi juga jembatan penghubung antar elemen masyarakat. Setelah demonstrasi yang meninggalkan luka, inilah saatnya mahasiswa dan pemuda bersatu, mengedepankan dialog, serta merumuskan strategi perjuangan yang lebih elegan dan konstruktif. (Dedi Setiawan Presidium Koalisi Mahasiswa Demokrasi Indonesia)
Perlu dipahami, demonstrasi adalah hak konstitusional, tetapi anarkisme bukan jalan keluar. Mahasiswa dan pemuda harus tampil sebagai teladan moral, menjaga semangat kritis tanpa melukai nilai-nilai kemanusiaan. Mereka harus memimpin narasi damai, memperkuat jaringan solidaritas, dan berkolaborasi dengan masyarakat dalam membangun tatanan sosial yang lebih adil.
Demokrasi hanya akan sehat jika rakyat memiliki kesadaran kolektif untuk menolak provokasi dan mengutamakan musyawarah. Persatuan masyarakat dan pemuda menjadi benteng kokoh dalam menghadapi berbagai tantangan bangsa, baik dari dalam maupun luar. Ucap Dedi
Persatuan adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri siklus kekerasan. Dengan bersatu, suara rakyat akan semakin kuat, aspirasi mahasiswa akan semakin bermakna, dan bangsa ini akan melangkah ke masa depan dengan kepala tegak. Tutup
(Red)